Langsung ke konten utama

Menuju Kesimpulan (Bagian Satu)


saya selayaknya bersyukur, karena pernah berada di lingkungan yang menuntut untuk membaca dalam kesehariannya. lingkungan ini (teater) perlahan-lahan membentuk suatu kebiasaan dalam diri untuk tetap membaca ketika berada di luar lingkungan tersebut. ketika saya jauh dari membaca naskah, maka saya mengupayakan diri untuk tetap dekat dengan buku-buku. entah baik atau tidak, saya merasa senang jika harus membeli buku, baik yang baru atau bekas, yang sekiranya pantas untuk dibaca. dan ada kepuasan tersendiri jika berada tepat di depan buku-buku yang berjejer dalam rak.

pertanyaannya, apakah ini baik atau tidak?

terus terang, saya masih tidak tahu dengan kebiasaan membeli buku-buku tersebut apakah dapat memberikan manfaat yang lebih. meskipun, saya suka dengan membaca karena ada aktifitas menggali pengetahuan didalamnya, namun jika diumpamakan seperti seseorang yang sedang mencari harta karun dalam tanah, maka saya adalah seorang yang sedang menggali di berbagai tempat dan belum menemukan apa yang saya cari.

jika pengetahuan adalah 'harta karun' dan pantas untuk dicari, lalu apa jadinya jika 'harta karun' itu tidak pernah ditemukan dari berbagai titik pencarian. apakah saya harus berhenti menjadi seorang pembaca?!

pertanyaan itu pun belum bisa saya jawab sekarang





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teater, Proses, dan Orang-Orang - sebuah renungan perjalanan Part.II

Dari rentang 2009 sampai sekarang, saya telah bertemu dengan orang-orang dari lintas generasi yang berbeda dari latar belakang yang berbeda-beda. setiap orang yang saya temui tentunya memiliki pemikiran yang unik satu sama lain. sehingga dampak dari perbedaan ini, berdampak pada suasana proses latihan yang terasa 'penuh'. Saya memakai 'penuh', sebagai dampak dari proses latihan yang dilakukan dengan sadar. Selama berlatih bersama orang banyak, yang saya temukan adalah suasana 'penuh' tersebut. penuh keringat, penuh diskusi, penuh pemberontakan, penuh penghambaan, penuh pengharapan, penuh benci, dan 'penuh' lainnya Saya sadar jika saya adalah sosok yang tidak begitu berani untuk mengemukakan gagasan di depan orang banyak. saya lebih memilih untuk nyaman dengan pikiran sendiri. kegelisahan yang saya buat, saya telan sendiri. padahal kegelisahan itu adalah hasil refleksi dari dunia di sekitar saya. Namun dalam proses latihan, mau tidak mau kegelisa

Revolusi 4.0 dan Budaya Yang Latah (Part I)

Menuju penghujung tahun 2018, saya berkesempatan menghadiri seminar Revolusi Industri 4.0 yang diadakan oleh BPIP Unpad . Acara yang sangat 'kekinian banget', karena membahas persoalan yang sedang terjadi di kehidupan sosial-ekonomi kita. Acaranya tambah keren lagi, karena pemateri-pematerinya yang menurutku betul-betul menguasai bidangnya. Dan makin tambah keren, karena acaranya gratis dan dapet makan gratis pula. Alhasil, 'kekerenan' itu semuanya membuatku merasa terkesan. Duit weuteuh, beuteung seubeuh, uteuk? nyaa kitu welah...  Selain itu semua yang saya dapatkan, ada salah satu pemateri di kegiatan tersebut yang ingin saya dengarkan ceramah ilmiah nya, Yaitu Prof Eko Indrajit . Nama yang sebelumnya selalu saya temui di buku-buku rujukan saat kuliah dulu. Temen-temen semuanya bisa mengunjungi situs beliau di www.mayapada.com . Dan di ulang tahunnya yang ke-50, beliau akan membagikan hasil karya tulisnya secara gratis dan bisa diunduh secara gratis. Oke